Bayangkan, Anda sedang asyik rebahan, scrolling TikTok, lalu muncul trailer film dengan visual ala kadarnya, akting seadanya, dan plot yang bikin dahi berkerut. Film ini bukan produksi mahasiswa tingkat akhir, tapi film Amazon yang (konon) dibintangi Ice Cube. Ratingnya? Empat persen di Rotten Tomatoes. Empat persen! Lebih tinggi dikit dari nilai rapor pas remedial fisika. Pertanyaannya, bagaimana bisa film se-absurd ini lolos sensor dan menghiasi layar kaca kita?
Ternyata, ada cerita menarik di balik layar yang lebih seru dari film itu sendiri. Ice Cube, sang bintang utama, baru-baru ini curhat di sebuah podcast tentang pengalaman pahitnya terlibat dalam proyek yang tampaknya sudah ditakdirkan untuk gagal sejak awal. Mari kita bedah bersama, resep rahasia di balik film dengan rating yang bikin geleng-geleng kepala ini.
Resep Rahasia Film Empat Persen: Dijamin Anti-Box Office!
Dalam sebuah video yang viral di jagat maya, Ice Cube blak-blakan kepada Kai Cenat tentang apa yang sebenarnya terjadi dengan film War of the Worlds-nya. Dari obrolan tersebut, terkuaklah fakta-fakta yang lebih mengejutkan dari invasi alien itu sendiri:
- Syuting Kilat 15 Hari: Ya, film fiksi ilmiah panjang… digarap hanya dalam 15 hari. Lebih cepat dari bikin skripsi S1.
- Produksi “Pandemi”: Syuting di tahun 2020, saat lockdown merajalela. Mungkin aliennya juga lagi lockdown di planet mereka.
- Lokasi Syuting Kosong Melompong: Ice Cube menjelaskan bahwa sutradara bahkan tidak hadir di lokasi. Aktor dan aktrisnya pun tidak berada di ruangan yang sama. “Ini satu-satunya cara kami bisa syuting film ini,” katanya. Sungguh metode yang inovatif… atau tragis?
- Visual “Murah Meriah”: Cube mengungkapkan bahwa beberapa adegan dalam film, terutama yang tidak menampilkan dirinya, menggunakan rekaman asli yang diambil dari kamera pengintai di seluruh dunia. Jadi, bisa dibilang, aliennya adalah kita sendiri yang sedang terekam CCTV.
Lantas, pelajaran apa yang bisa kita petik dari kegagalan monumental ini? Apakah ini adalah resep anti-sukses yang harus dihindari sekuat tenaga?
Pentingnya Eksekusi: Konsep Tanpa Otak Sama Saja Bohong
“Film Screenlife berkonsep ‘tinggi’ yang dibuat dari rekaman pengintai asli yang dibintangi Ice Cube” terdengar seperti logline yang menjanjikan. Ibaratnya, ide brilian yang terlintas saat begadang nugas. Tapi, konsep hanyalah konsep. Eksekusinya adalah kunci. Jika cerita tidak menarik, orang tidak akan peduli. Lebih baik menghabiskan waktu untuk memastikan film Anda bagus daripada hanya sibuk mencari cara agar terlihat keren di atas kertas. Ibaratnya, percuma jago bikin proposal skripsi kalau isinya plagiat semua.
Keterbatasan Akan Selalu Menghantui: Pintar-Pintarlah Menyiasati!
Setiap proyek pasti memiliki keterbatasan. Entah itu anggaran, waktu, atau sumber daya. Tapi, keterbatasan seharusnya menjadi tantangan, bukan alasan untuk menghasilkan karya yang asal-asalan. Syuting 15 hari dengan sutradara virtual dan aktor yang terisolasi bukanlah “keterbatasan” – itu adalah resep untuk bencana. Seharusnya, itu menjadi alasan untuk menunda atau bahkan membatalkan proyek. Kecuali, Anda memang punya ambisi untuk menciptakan film yang fenomenal karena keburukannya.
Dalam industri perfilman, keterbatasan itu seperti main game dengan nerf gun. Tetap bisa seru, asal tahu cara memaksimalkannya. Jangan sampai keterbatasan malah jadi alasan untuk menembak kaki sendiri.
Tahu Kapan Harus Mundur: Lebih Baik Menyesal Kemudian Daripada Menyesal Selamanya
Segala yang kita ketahui tentang film ini mengindikasikan bahwa proyek ini hanyalah cara bagi orang-orang di tahun 2020 untuk mendapatkan pekerjaan dan membayar tagihan. Tidak ada yang salah dengan itu. Kita semua pernah berada di situasi sulit dan terpaksa mengambil pekerjaan yang kurang ideal. Tapi, dalam keadaan normal, para pembuat film harus belajar untuk mundur jika sebuah proyek tidak menjanjikan. Jika Anda tahu bahwa Anda tidak dapat mengeksekusi konsep dengan baik, lebih baik mundur dan mencari proyek lain. Ibaratnya, daripada terus-terusan main game yang bikin emosi, mending cari game lain yang lebih menyenangkan.
Ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari film yang buruk. Bahkan, mungkin lebih banyak daripada yang bisa Anda pelajari dari film yang bagus. Sebagai pembuat film, kita harus mempelajari segala sesuatu yang ada dalam leksikon budaya untuk melihat apa yang berhasil dan apa yang tidak. Dengan kata lain, jangan cuma nonton film yang bagus-bagus saja. Sesekali, tontonlah film yang jelek, lalu jadikan pelajaran berharga.
War of the Worlds (2020): Pelajaran Berharga dari Sebuah Kegagalan
War of the Worlds (2020) adalah contoh ekstrem dari film yang gagal di hampir semua lini. Tapi, kegagalan ini justru memberikan kita pelajaran berharga tentang pentingnya konsep yang matang, eksekusi yang cermat, dan keberanian untuk mundur jika proyek tidak menjanjikan. Ingatlah, membuat film itu seperti memasak: bahan-bahan yang berkualitas dan resep yang bagus tidak akan berarti apa-apa jika juru masaknya tidak kompeten. Jadi, pastikan Anda memiliki semua elemen yang dibutuhkan sebelum memulai petualangan di dunia perfilman.
Lagipula, dalam dunia perfilman, kegagalan itu seperti easter egg yang tersembunyi. Kadang, justru lebih menarik untuk dicari daripada kesuksesan itu sendiri.
Semoga artikel ini bermanfaat dan menghibur. Jangan lupa tinggalkan komentar dan bagikan pengalaman Anda tentang film-film “fenomenal” lainnya. Siapa tahu, kita bisa membuat daftar film terburuk sepanjang masa versi Mojok!