Pernah merasa kalau niatnya cuma mau cek tanggal lahir artis favorit, eh tahu-tahu sudah nyasar ke sejarah dinasti Mesir kuno lengkap dengan silsilah raja-rajanya? Atau niatnya cuma cari resep telur dadar, berakhir membaca teori konspirasi tentang telur ayam broiler? Selamat, Anda tidak sendirian di labirin digital ini. Fenomena “tersesat” dalam lautan informasi daring, terutama di platform seperti Wikipedia, ternyata bukan sekadar kebetulan, melainkan cerminan menarik dari cara kerja rasa ingin tahu kita di era modern.
Wikipedia, sebuah oase informasi yang unik di jagat maya, dikenal karena kontennya yang sepenuhnya gratis dan tanpa iklan komersial sedikit pun. Keistimewaan ini membuat Wikipedia menjadi medan studi yang sempurna untuk memahami bagaimana rasa ingin tahu mengarahkan penjelajahan daring seseorang. Ini lantas memunculkan pertanyaan penting: seberapa besar kendali yang kita miliki atas ke mana rasa ingin tahu kita membawa kita di dunia maya, terutama di luar batas Wikipedia itu sendiri?
Sebuah penelitian menarik telah menggali bagaimana hampir setengah juta orang di seluruh dunia memanfaatkan jaringan pengetahuan Wikipedia. Penelitian ini berhasil mengungkap perbedaan pola penjelajahan yang sangat jelas antarnegara, memberikan wawasan berharga tentang perbedaan budaya, serta potensi pemicu rasa ingin tahu dan proses belajar. Ini seperti melihat pola jejak kaki digital yang dibentuk oleh pikiran kolektif global.
Para peneliti mengamati kebiasaan menjelajah dari 482.760 pembaca Wikipedia seluler dari 50 negara berbeda. Mereka menggunakan sebuah konsep perolehan informasi yang disebut “busybody.” Istilah ini merujuk pada seseorang yang melompat dari satu ide atau informasi ke ide lain, meskipun kedua informasi tersebut mungkin tidak terlalu berkaitan. Dalam bahasa yang lebih sederhana, ini adalah istilah formal untuk “menyelam terlalu dalam” atau “tersesat di rabbit hole digital”.
Pemburu Ilmu vs. Si ‘Kepo’ Sejati: Beda Gaya, Beda Cerita
Menurut peneliti utama, Dani Bassett dari University of Pennsylvania, si busybody ini “sangat menyukai segala jenis hal baru; mereka senang melompat dari sini ke sana, seolah tanpa rima atau alasan.” Perilaku ini sangat kontras dengan “hunter,” yang merupakan individu lebih berorientasi pada tujuan, fokus, dan mencari solusi untuk masalah tertentu, menemukan faktor yang hilang, atau melengkapi model pemahaman dunia. Bayangkan saja si hunter adalah seorang detektif yang mencari satu petunjuk spesifik, sementara si busybody adalah penjelajah hutan yang menikmati setiap detail tanpa tujuan akhir yang jelas.
Melalui penelitian ini, perbedaan mencolok dalam kebiasaan menjelajah berhasil terungkap antara negara-negara dengan tingkat pendidikan dan kesetaraan gender yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki kesetaraan lebih rendah. Temuan ini memunculkan pertanyaan kunci tentang dampak budaya terhadap rasa ingin tahu dan proses belajar. Ini seperti menemukan bahwa peta pikiran seseorang mungkin sedikit berbeda, tergantung pada “iklim” sosial di sekitarnya.
Ragam Kesenjangan, Ragam Cara ‘Nyelam’: Saat Budaya Ikut Bersuara
Bassett menceritakan kembali pengamatannya: “Kami mengamati bahwa negara-negara yang memiliki ketimpangan lebih besar, baik dalam hal gender maupun akses pendidikan, cenderung memiliki orang-orang yang menjelajah dengan lebih terarah – mencari informasi yang sangat berkaitan erat.” Sementara itu, ia menambahkan, “orang-orang di negara-negara yang memiliki kesetaraan lebih besar menjelajah secara ekspansif, dengan keragaman topik yang lebih luas – melompat dari topik ke topik dan mengumpulkan informasi yang hanya terhubung secara longgar.”
Para peneliti mengakui bahwa mereka tidak tahu persis mengapa fenomena ini terjadi, namun mereka memiliki dugaan-dugaan kuat. Mereka percaya bahwa temuan ini akan sangat berguna dalam membantu para ilmuwan di bidang mereka untuk lebih memahami sifat sejati dari rasa ingin tahu. Seolah-olah, setiap klik dan setiap perpindahan halaman adalah potongan-potongan teka-teki raksasa yang belum terpecahkan.
Hipotesis-Hipotesis Seru: Mengulik Otak di Balik Layar
Para peneliti mengemukakan tiga hipotesis utama yang mendorong asosiasi antara pendekatan pencarian informasi dan kesetaraan. Hipotesis pertama menyatakan bahwa mungkin saja negara-negara dengan ketimpangan lebih besar juga memiliki struktur penindasan yang lebih patriarkal. Struktur ini dapat membatasi pendekatan produksi pengetahuan menjadi lebih seperti gaya hunter yang terarah. Sebaliknya, negara-negara dengan kesetaraan yang lebih besar cenderung lebih terbuka terhadap keragaman ide, dan oleh karena itu, lebih terbuka terhadap keragaman cara berinteraksi dengan dunia. Ini lebih mirip gaya busybody yang bergerak di antara ide-ide dengan pikiran sangat terbuka.
Hipotesis kedua menyebutkan kemungkinan bahwa pengguna Wikipedia di negara-negara berbeda memiliki tujuan yang berbeda saat mengakses situs tersebut. Sebagai contoh, seseorang di negara dengan kesetaraan yang lebih tinggi mungkin mengunjungi situs itu untuk hiburan atau waktu luang, alih-alih untuk tujuan pekerjaan. Ini seperti membandingkan seseorang yang membuka game untuk bersantai dengan seseorang yang membuka spreadsheet untuk kerja.
Skenario ketiga berpendapat bahwa orang-orang dari negara yang berbeda yang datang ke Wikipedia mungkin memiliki perbedaan dalam usia, gender, status sosial ekonomi, atau pencapaian pendidikan. Perbedaan-perbedaan dalam demografi pengguna inilah yang kemungkinan dapat menjelaskan perbedaan dalam pola penjelajahan. Setiap profil pengguna mungkin memiliki pola penjelajahan unik, seperti sidik jari digital yang berbeda.
Sang Penari Informasi: Kreativitas dalam Setiap ‘Lompatan Digital’
Salah satu temuan paling menarik dari studi ini adalah kemunculan gaya rasa ingin tahu ketiga, yaitu “dancer” atau penari. Gaya ini sebelumnya hanya bersifat hipotesis. Seorang dancer adalah seseorang yang bergerak di sepanjang jalur informasi, namun tidak seperti busybody, mereka membuat lompatan antaride dengan cara yang kreatif dan terencana. Ini seperti seorang koreografer yang tidak hanya melompat secara acak, tetapi setiap gerakannya memiliki makna dan arah.
Bassett menjelaskan, “Ini bukan tentang keacakan, melainkan lebih tentang melihat koneksi di mana orang lain mungkin tidak melihatnya.” Studi inovatif ini telah diterbitkan dalam jurnal Science Advances dengan judul “Architectural styles of curiosity in global Wikipedia mobile app readership.” Temuan ini menunjukkan bahwa cara kita menjelajah dunia digital bisa menjadi jendela yang menarik untuk memahami budaya, kesetaraan, dan kompleksitas pikiran manusia itu sendiri.
Pada akhirnya, penelitian ini mengingatkan kita bahwa setiap klik dan setiap scroll di layar ponsel atau komputer bukan sekadar tindakan pasif. Di baliknya tersembunyi pola-pola rumit dari rasa ingin tahu, yang dibentuk oleh budaya, akses, dan bahkan cara berpikir kita. Memahami bagaimana kita menjelajah rabbit hole digital ini bisa jadi adalah langkah awal untuk lebih memahami diri kita sendiri, serta masyarakat global di mana kita hidup.