Siapa bilang musik indie rock dari Inggris itu membosankan? Siap-siap terkejut karena Wet Leg datang mengguncang dunia permusikan dengan energi mereka yang eksplosif dan lirik-lirik jenaka yang relatable. Dari Isle of Wight langsung meroket menjadi bintang internasional, Rhian Teasdale dan Hester Chambers membawa angin segar bagi generasi yang haus akan musik yang jujur dan menghibur.
Musik mereka bukan sekadar noise, tapi cerminan kehidupan anak muda masa kini yang penuh ironi dan sarkasme. Album debut mereka langsung meledak di pasaran, bahkan di Amerika Serikat yang terkenal sulit ditaklukkan oleh band-band Inggris. Bayangkan, dua Grammy Awards diraih hanya dengan lagu tentang fantasi dan pengalaman konyol di belakang panggung!
Wet Leg: Dari Iseng Jadi Idola, Kok Bisa?
Awalnya, Wet Leg hanya proyek iseng dua sahabat yang bosan dengan kehidupan pasca-kampus. Mereka menulis lagu untuk bersenang-senang, tanpa ekspektasi apa pun. Tapi siapa sangka, keisengan itu justru menjadi kekuatan utama mereka. Lirik yang jujur, tanpa filter, dan seringkali absurd, menjadi daya tarik utama bagi pendengar.
Wet Leg sukses membuktikan bahwa musik yang bagus tidak harus rumit atau pretensius. Mereka menciptakan identitas unik dengan memadukan gitar yang catchy, sarkasme yang cerdas, dan semangat feminisme punk yang berani. Kombinasi ini menghasilkan formula yang sulit ditolak, bahkan oleh para haters sekalipun.
Rahasia kesuksesan mereka mungkin terletak pada kemampuan mereka untuk menertawakan diri sendiri dan dunia di sekitar mereka. Mereka tidak berusaha menjadi sempurna, justru ketidaksempurnaan itulah yang membuat mereka terasa begitu dekat dengan pendengar. Ibarat teman yang selalu bisa membuatmu tertawa di saat-saat sulit, Wet Leg hadir sebagai pelipur lara dengan sentuhan cool yang tak tertandingi.
Bahkan, mereka mengakui ide untuk membentuk band muncul saat mereka menaiki bianglala. Sebuah momen yang cukup absurd untuk melahirkan sebuah band yang akhirnya mendunia. Ini bukti bahwa inspirasi bisa datang dari mana saja, bahkan dari hal-hal yang paling tidak terduga sekalipun.
“Moisturizer”: Lebih Gila, Lebih Seru, Lebih Berani!
Album kedua mereka, Moisturizer, membuktikan bahwa Wet Leg tidak mengalami sindrom album kedua. Justru, mereka semakin menjadi-jadi! Drum yang lebih keras, lirik yang lebih nakal, dan energi yang semakin tak terkendali, Moisturizer adalah pesta yang tidak ingin kamu lewatkan.
“Mangetout” adalah anthem musim panas yang sempurna, dengan ритм yang memacu adrenalin dan kepercayaan diri yang membara. Lirik-liriknya pun semakin berani, bahkan cenderung vulgar, tapi justru di situlah letak daya tariknya. Mereka tidak takut untuk mengungkapkan hasrat dan frustrasi dengan cara yang jujur dan tanpa basa-basi.
Di lagu “CPR”, Rhian Teasdale mengubah nafsu menjadi keadaan darurat medis, lengkap dengan melodi synth yang mengingatkan pada suara sirine ambulans. Hubungan queer yang baru dialaminya pun menjadi inspirasi baru bagi lirik-lirik yang lebih personal dan jujur.
Wet Leg membuktikan bahwa menjadi bintang tidak harus mengubah diri menjadi sosok yang membosankan dan konvensional. Mereka tetap menjadi diri mereka sendiri: anak muda yang berisik, nakal, dan penuh semangat. Pengalaman tur bersama Harry Styles pun tidak membuat mereka kehilangan identitas mereka. Mereka justru semakin solid sebagai sebuah band full-fledged dengan lima anggota, termasuk produser/keyboardist Dan Carey.
Resep Rahasia Wet Leg: Antara Elastica, Franz Ferdinand, dan Blondie
Gaya musik Wet Leg mengingatkan pada band-band Britpop legendaris seperti Elastica dan Franz Ferdinand, dengan sentuhan attitude ala Blondie. Mereka memadukan gitar yang catchy dengan ритм yang menggugah untuk berdansa, menghasilkan musik yang energetic dan memorable.
Lirik-lirik mereka pun tidak kalah menarik. Dari cerita tentang mabuk dan berkelahi di klub (“Catch These Fists”) hingga ode untuk nafsu romantis (“Pillow Talk”), Wet Leg berhasil menangkap berbagai macam pengalaman dan emosi anak muda masa kini.
Bahkan, Hester Chambers pun mendapatkan kesempatan untuk menyanyikan lead vocal dalam dua lagu yang menawan, “Don’t Speak” (bukan lagu No Doubt) dan “Pond Song”. Ini membuktikan bahwa Wet Leg adalah band yang inklusif dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua anggotanya.
Bukan Sekadar Sensasi Sesaat
Meskipun sebagian besar lagu mereka bernada cepat dan energetic, Wet Leg juga menunjukkan sisi sensitif mereka dalam lagu “11:21”. Meskipun lagu ini bukan yang terbaik dalam album, lagu ini menunjukkan bahwa mereka memiliki spektrum emosi yang lebih luas daripada yang terlihat.
Emosi dalam Moisturizer berkisar dari kebahagiaan yang memabukkan (“I’ll be your Shakira, whenever, wherever”) hingga kemarahan karena patah hati (“You are washed-up, irrelevant, and standing in my light”). Tapi di mana pun Wet Leg berada, mereka membuatmu ingin ikut serta dalam perjalanan mereka.
Wet Leg bukan sekadar sensasi sesaat. Mereka adalah band yang memiliki identitas yang kuat, visi yang jelas, dan kemampuan untuk terus berkembang. Dengan musik mereka yang jujur, menghibur, dan penuh energi, Wet Leg siap menggebrak dunia permusikan untuk waktu yang lama. Jangan heran jika mereka menjadi salah satu band indie rock paling berpengaruh di generasi ini.
Intinya, Wet Leg membuktikan bahwa musik yang authentic dan relatable selalu akan menemukan tempat di hati pendengar. Mereka adalah angin segar bagi industri musik yang seringkali terasa terlalu komersial dan formulaic. Jadi, tunggu apa lagi? Siapkan dirimu untuk terhanyut dalam dunia Wet Leg yang gila, seru, dan berani!