Siap-siap terkejut, gaes! Wet Leg balik lagi dengan album baru, “Moisturizer”, dan kali ini mereka bukan cuma bawa lobster claw dan straw hat. Ada yang beda, lebih dalam, lebih… moisturizing?
Wet Leg, duo asal Isle of Wight yang langsung viral berkat lagu “Chaise Longue,” emang bikin semua orang punya opini. Ada yang bilang mereka cuma memanfaatkan momentum, ada yang bilang mereka penyelamat indie rock. Tapi satu yang pasti, mereka unpredictable.
Dulu, daya tarik mereka terletak pada ketidakseriusan. Di dunia musik gitar mainstream yang didominasi perempuan yang either seksi, tersiksa, atau keduanya, Wet Leg berani tampil konyol. Tapi di balik semua itu, ada pertanyaan besar: siapa Wet Leg sebenarnya?
Wet Leg Berevolusi: Bukan Sekadar Konyol, Tapi Kompleks
“Moisturizer” menandai evolusi Wet Leg. Mereka nggak cuma berdua lagi, tapi jadi band berlima. Joshua Mobaraki (gitar), Ellis Durand (bass), dan Henry Holmes (drum) ikut nimbrung dalam proses penulisan lagu. Hasilnya? Suara yang lebih meaty dan expansive, dibantu sentuhan magis produser Dan Carey (yang juga pernah kerja bareng Fontaines D.C. dan Black Midi).
Lebih dari itu, Rhian Teasdale, sang vokalis, mengalami perubahan pribadi yang signifikan. Jatuh cinta pada pasangannya yang non-biner, Teasdale menemukan identitas queer-nya. Tiba-tiba, menulis lagu cinta nggak lagi terasa membosankan. Perubahan ini terasa banget di “Moisturizer”, album yang penuh dengan kegelisahan dan kebahagiaan masa remaja kedua. Kayak baru pertama kali pakai kacamata dan akhirnya bisa lihat dunia dengan jelas.
Dari Silly Voice ke Teriak Minta CPR: Vokal Rhian Teasdale yang Memukau
Vokal Rhian Teasdale di “Moisturizer” itu unpredictable. Dia bisa jadi teman yang cerita berita buruk sambil silly voice, atau tiba-tiba teriak minta CPR. Cinta di album ini bukan sekadar perasaan manis, tapi kekuatan dahsyat yang bisa bikin kita terengah-engah. Teasdale sendiri bilang ini bukan lagu cinta yang demure, tapi lagu cinta yang desperate.
Dia berganti-ganti antara teror dan kekaguman saat jatuh cinta. Di satu saat, dia bernyanyi dengan falsetto yang bikin kita merasa kasihan, “Call the triple nine and give me CPR.” Di saat berikutnya, dia berubah jadi alter ego yang lebih dalam, dengan suara berat bertanya, “Is it love or suicide?” Dramatis? Banget. Tapi itulah yang bikin “Moisturizer” menarik.
Is It Love or Suicide? Kegelisahan Eksistensial yang Dibungkus Musik Indie Rock
Tema utama dalam “Moisturizer” adalah cinta, tapi bukan cinta yang klise. Ini tentang cinta yang rumit, membingungkan, dan kadang-kadang menakutkan. Teasdale nggak takut untuk menunjukkan sisi rentannya. Dia nggak berusaha untuk jadi sempurna. Dia cuma jujur tentang apa yang dia rasakan.
Lagu-lagu di “Moisturizer” penuh dengan pertanyaan eksistensial. Apakah cinta itu layak diperjuangkan? Apakah kita siap untuk mengambil risiko? Apakah kita akan hancur berkeping-keping? Tapi semua pertanyaan ini dibungkus dengan musik indie rock yang catchy dan lirik yang cerdas. Wet Leg berhasil menyeimbangkan antara kedalaman emosional dan humor yang self-deprecating.
Album ini nggak cuma sekadar kumpulan lagu, tapi juga perjalanan penemuan diri. Teasdale mengajak kita untuk merenungkan arti cinta, identitas, dan keberanian untuk menjadi diri sendiri. Ini bukan album yang akan memberikan jawaban pasti, tapi album yang akan membuat kita berpikir dan merasa lebih hidup.
“Moisturizer”: Lebih dari Sekadar Album, Sebuah Pernyataan
“Moisturizer” membuktikan bahwa Wet Leg lebih dari sekadar band viral. Mereka adalah seniman yang terus berkembang dan bereksperimen. Album ini menunjukkan kedewasaan mereka sebagai penulis lagu dan musisi. Mereka berani mengambil risiko dan keluar dari zona nyaman.
Dengan lirik yang jujur, musik yang catchy, dan penampilan panggung yang energik, Wet Leg berhasil merebut hati banyak orang. Mereka adalah salah satu band indie rock paling menjanjikan saat ini. “Moisturizer” adalah bukti bahwa mereka pantas mendapatkan semua perhatian yang mereka terima.
Jangan salah paham, Wet Leg nggak berusaha untuk jadi terlalu serius. Mereka masih suka bercanda dan bikin kita ketawa. Tapi di balik semua itu, ada pesan yang kuat tentang pentingnya kejujuran, keberanian, dan cinta. Jadi, siap-siap untuk terpukau dengan “Moisturizer”. Album ini bukan cuma akan melembapkan kulitmu, tapi juga jiwamu.
Jadi, kesimpulannya, “Moisturizer” adalah album yang powerful dan refreshing. Album ini akan membuatmu berpikir, merasa, dan yang pasti, joged-joged nggak jelas. Siap-siap untuk jatuh cinta lagi dengan Wet Leg!