Ketika dunia maya seringkali berputar lebih cepat dari kecepatan cahaya, memprediksi siapa yang akan menjadi bintang berikutnya kadang terasa seperti mencoba menangkap sinyal Wi-Fi di antah berantah. Namun, Addison Rae, yang mungkin awalnya dikenal dari layar ponsel Anda, kini membuktikan bahwa transisi dari influencer ke diva panggung itu bukan sekadar mimpi di siang bolong, melainkan sebuah realitas yang megah dan penuh kejutan. Dari viral di TikTok hingga memukau di Grammy Museum dan bahkan berbagi panggung dengan sang Ratu Kesedihan, Lana Del Rey, perjalanan Addison seolah membunyikan klakson tanda bahwa dia tidak hanya datang untuk stay, tapi juga untuk slay.
Dari Layar Kecil ke Panggung Megah: Debut Konser yang Intim
Pada suatu malam Kamis yang cerah di Los Angeles, atap Grammy Museum menjadi saksi bisu momen bersejarah bagi Addison Rae. Acara eksklusif ini bukan hanya sekadar perayaan debut albumnya, “Addison,” melainkan juga sebuah jendela pribadi ke dalam proses kreatifnya. Tiket yang terjual habis memungkinkan para penggemar untuk mengintip di balik layar, ditemani oleh kolaborator dan produser handalnya, Elvira Anderfjärd dan Luka Kloser.
Malam itu menandai penampilan utama perdananya di L.A. sebagai headlining act, sebuah pencapaian yang terasa jauh dari citra lamanya. Dengan Anderfjärd dan Kloser yang mengiringi di belakang panggung, Addison Rae membawakan tiga lagu: “Diet Pepsi,” “Headphones On,” dan “Fame Is a Gun.” Suasana yang terbangun terasa begitu personal dan hangat, jauh dari hiruk pikuk panggung besar yang mungkin sering dia bayangkan.
Di tengah-tengah lagu, Addison dengan santai berkelakar, “Ini sangat… intim.” Sebuah undangan halus agar penontonnya ikut larut dalam nyanyian, dan tentu saja, mereka menurutinya. Rendisi stripped-down dari lagu hits viralnya, “Diet Pepsi,” memicu singalong yang penuh semangat, di mana para penggemar melantunkan setiap bait jembatan lagu dengan antusias. Panggung dihias dengan bunga matahari yang cerah, senada dengan gaun vintage yang dikenakannya serta warna kuning lembut pada sampul albumnya, menciptakan estetika visual yang kohesif dan menawan.
Ketika Lady Gaga dan Max Martin Ikut Berbisik
Dalam sesi tanya jawab yang dimoderatori oleh Thania Garcia dari Variety, Addison Rae dengan terbuka membicarakan tentang lagu “Nothing On (But the Radio).” Lagu ini, yang ia rekam dan masukkan ke dalam EP-nya “AR” pada tahun 2023, ternyata memiliki sejarah menarik dengan ikon musik lain. “Aku tahu Gaga merekamnya, itu sangat keren,” ujarnya, menjelaskan bahwa ia mendapat kesempatan untuk menggarap versi miliknya sendiri.
Ia mengungkapkan bahwa beberapa lirik diubah untuk sentuhannya, dan ia meyakini lagu itu awalnya ditawarkan kepada Lady Gaga. Misteri mengapa Gaga tidak pernah merilisnya tetap menjadi teka-teki, namun Addison tetap berpegang pada filosofi bahwa “semuanya terjadi karena suatu alasan.” “Aku akan senang mendengarnya menyanyikan itu lagi, sekarang,” tambahnya, memicu spekulasi dan harapan dari para penggemar musik di seluruh dunia.
Malam itu semakin terasa istimewa dengan kehadiran tokoh-tokoh penting di industri musik. Produser legendaris Max Martin terlihat duduk di barisan depan, berdampingan dengan pelatih vokal Addison, Eric Vetro. Kehadiran mereka bukan tanpa alasan; Anderfjärd dan Kloser, para kolaborator Addison, ternyata bernaung di bawah MXM, perusahaan penerbitan milik Max Martin. Ini adalah bukti nyata bahwa talentanya mulai diakui oleh lingkaran dalam industri musik yang paling berpengaruh.
Baik Martin maupun Vetro tidak ragu untuk memberikan pujian terhadap kemampuan vokal Addison sesampainya ia kembali ke belakang panggung. Pujian dari nama-nama sebesar itu tentu menjadi angin segar bagi kariernya yang sedang menanjak, menegaskan bahwa ia bukan sekadar one-hit wonder atau fenomena media sosial sesaat. Ia adalah seorang seniman yang serius, siap untuk menghadapi tantangan.
Berbagi Panggung dengan Lana Del Rey: Ujian Mental Sekaligus Kesempatan Emas
Dalam waktu dekat, Addison Rae akan memulai “The Addison Tour” di Eropa, sebelum melaju ke Amerika Utara dan Australia. Namun, pengalaman yang baru saja ia lalui terasa seperti preview dari semua kegilaan tur yang akan datang. Ia merefleksikan pengalamannya membuka konser untuk Lana Del Rey di Wembley Stadium, London, bulan lalu, termasuk momen ikonik saat mereka berduet membawakan “Diet Pepsi.”
“Itu adalah hal yang masif untuk saya hadapi,” ungkapnya, menggambarkan skala acara tersebut. Meskipun menghadapi puluhan ribu penonton, Addison menekankan bahwa prioritas utamanya adalah bersenang-senang. Keberuntungan berpihak padanya karena ia berkesempatan berbicara dengan Lana sebelum naik panggung dan sebelum mereka bernyanyi bersama, yang membuatnya merasa lebih nyaman.
Addison menggambarkan Lana Del Rey sebagai sosok yang “sangat baik,” menciptakan lingkungan yang mendukung di tengah tekanan panggung internasional. “Saya pikir itu adalah tantangan, tetapi ada kesempatan besar bagi saya untuk belajar banyak di momen itu,” katanya. Ia merasa tekanan tidak sebesar atau semenakutkan yang dibayangkan, mungkin karena perannya adalah “menghangatkan keramaian,” sebuah posisi yang memberinya ruang untuk tumbuh tanpa beban ekspektasi utama.
Pengalaman ini tidak hanya mengukuhkan posisinya sebagai penampil yang kredibel, tetapi juga memberinya pelajaran berharga tentang bagaimana menavigasi panggung besar. Dari panggung yang intim di Grammy Museum hingga gemuruh Wembley Stadium, Addison Rae menunjukkan bahwa dengan kerja keras, networking yang tepat, dan sedikit keberuntungan, transisi dari bintang internet ke bintang panggung bukanlah hal yang mustahil. Ia tidak hanya menyanyikan lagu tentang popularitas, tetapi juga menjalani perjalanannya, satu panggung demi satu panggung, satu singalong demi satu singalong.