Dark Mode Light Mode

Bobby Kotick Sebut Akuisisi Bizarre Creations untuk PGR & Geometry Wars ‘Akuisisi Buruk’ bagi Activision

Bobby Kotick dan "Kutukan Akuisisi" yang Tak Pernah Selesai

Pernahkah kamu merasa keputusanmu membeli sesuatu itu zonk banget? Nah, mantan CEO Activision, Bobby Kotick, baru-baru ini berbagi pengalaman serupa, tapi skalanya miliaran dolar. Dalam sebuah wawancara, ia blak-blakan mengakui bahwa akuisisi studio game Bizarre Creations oleh perusahaannya adalah sebuah kesalahan besar. Hmm, menarik, kan?

Bizarre Creations, studio asal Inggris yang punya reputasi mentereng, dikenal dengan game balapnya yang ciamik. Mereka pernah menggarap dua game Formula 1 pertama di PlayStation 1, lalu melahirkan Metropolis Street Racer di Dreamcast yang sangat ikonik karena realisme-nya. Dari situlah lahir seri Project Gotham Racing, yang eksklusif untuk Xbox dan sukses besar dengan empat judul.

Namun, tahun 2007, Activision datang dengan tawaran yang bikin mata berbinar: $67,4 juta di awal, ditambah $40 juta lagi kalau target tercapai dalam lima tahun. Kelihatannya sih win-win banget, tapi ternyata… wait for it

Kisah Tragis Bizarre Creations: Rugi Ratusan Miliar Rupiah

Setelah diakuisisi, Bizarre Creations bahkan tak bertahan hingga lima tahun. Pada 2010, Activision mengumumkan penutupan studio tersebut. Game terakhir yang sempat mereka rilis adalah Geometry Wars: Retro Evolved 2, Blur, dan James Bond 007: Blood Stone. Mungkin ini yang jadi alasan Kotick sampai lupa nama studionya, lokasi, bahkan kepala studionya sendiri… ups.

Dalam wawancara dengan perusahaan modal ventura Kleiner Perkins, Kotick berusaha menjelaskan strategi akuisisinya yang katanya selalu jitu. Tapi, tak disangka, ia malah menjadikan kasus Bizarre Creations sebagai contoh kesalahan fatal. Sepertinya, ingatannya memang tidak terlalu bagus ya. Mungkin kebanyakan mikirin cuan.

Ketika ditanya apa rahasia mengakuisisi perusahaan yang bagus, Kotick nyeletuk kalau hasil akuisisinya itu tidak selalu positif. Ia bahkan sampai salah menyebut lokasi studio, yang sebenarnya di Liverpool. Yang jelas, Kotick memuji skill kepala studio Bizarre saat itu, Brian Woodhouse, yang digambarkannya sebagai "orang McKinsey" yang jago strategi. Tapi, ending-nya tetap bikin nyesek.

"Pelajarannya Mahal": Ketika Strategi dan Uang Tak Selalu Berjalan Seiring

Kotick mengakui bahwa akuisisi itu menghabiskan $80 juta dan merugi setelah dua tahun saja. Ia menambahkan bahwa keputusan itu melanggar semua prinsip bisnis yang mereka pegang. Yah, namanya juga bisnis, kadang untung kadang buntung. Sayangnya, kali ini buntungnya kelewatan.

Beberapa mantan karyawan Bizarre Creations kemudian mendirikan Lucid Games. Mereka melanjutkan membuat game seperti Geometry Wars 3 dan Destruction AllStars. Bahkan, pada 2023, Lucid Games mengumumkan kerja sama dengan Rare untuk mendukung Sea of Thieves. Dari sini kita bisa lihat, meski studio induknya bangkrut, spirit dan skill para developer-nya tetap bersinar.

Dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa akuisisi adalah pertaruhan yang kompleks. Tidak cukup hanya modal besar dan strategi bullshit. Perlu juga visi yang jelas, integrasi yang baik, dan tentu saja, keberuntungan. Kadang udah sehebat apapun strateginya, kalau nasib berkata lain, ya sudah.

Bisnis Game yang Kejam, Tapi Tetap Bikin Penasaran

Kalau dipikir-pikir, industri game itu kejam juga, ya? Penuh persaingan, tekanan, dan risiko. Tapi, di sisi lain, industri ini juga punya daya tarik yang luar biasa. Selalu ada inovasi, teknologi baru, dan komunitas yang solid. So, gimana menurutmu? Apakah kamu setuju dengan keputusan Kotick? Atau, jangan-jangan kamu punya pengalaman akuisisi yang lebih epic?

Yang pasti, pelajaran dari kasus Bizarre Creations ini mengingatkan kita bahwa kesuksesan bisnis itu bukan cuma soal angka, tapi juga tentang visi, strategi, dan kemampuan beradaptasi. Well, dengan semua drama ini, industri game tetap menjadi ladang yang menarik untuk terus kita ikuti perkembangannya. Siapa tahu, next time ada kisah akuisisi yang lebih seru!

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Mariah Carey, Oasis, Cyndi Lauper -- dan kejutan besar lainnya -- masuk nominasi Rock Hall 2025: Dampak Global

Next Post

Kandji Luncurkan Manajemen Kerentanan, Hadirkan Solusi di Indonesia