Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia kini berada di persimpangan jalan strategis dalam dunia geostrategi energi. Mari kita runut seluk-beluknya, dari kemitraan mineral hingga kemungkinan dampaknya bagi kita, semua disajikan dengan sedikit bumbu humor yang membuat diskusi semakin menarik.
Kemitraan Keamanan Mineral: Apaan Sih Sebenarnya?
Mineral Security Partnership (MSP) adalah inisiatif yang digagas oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun 2022. Tujuannya, sederhananya, adalah untuk mempercepat investasi publik dan swasta dalam rantai pasokan mineral global yang "bertanggung jawab". Anggota MSP saat ini meliputi negara-negara seperti Australia, Kanada, Jepang, Jerman, dan Uni Eropa. Jangan salah, ada juga beberapa negara produsen mineral penting yang belum bergabung, seperti Tiongkok, Rusia, dan beberapa negara Amerika Latin.
MSP bekerja melalui banyak working groups yang fokus pada proyek tertentu. Mereka menilai proyek berdasarkan standar ESG (Environmental, Social, and Governance), serta tujuan strategis MSP. Pemerintah mitra dalam MSP kemudian berkoordinasi lintas berbagai departemen, mulai dari urusan luar negeri hingga keuangan. Prosesnya cukup kompleks, tapi tujuannya jelas: memastikan pasokan mineral strategis yang aman dan berkelanjutan.
Saat ini, MSP sedang mengevaluasi lebih dari selusin proyek mineral di seluruh dunia, mencakup berbagai komoditas dan tahapan dalam value chain, seperti pengolahan dan daur ulang. Pemerintah mitra juga bisa menawarkan dukungan finansial atau diplomatik. Lumayan, kan?
Tumpuan Utama MSP: Hijau Lebih Baik
Fokus utama MSP adalah memastikan bahwa proyek-proyek mineral dan energi berbasis logam dikelola dengan teknologi bersih. Ini mencakup seluruh aspek, mulai dari penambangan, ekstraksi, pembersihan, pengolahan, pemurnian, hingga daur ulang. Komoditas yang menjadi perhatian utama adalah litium, kobalt, nikel, mangan, grafit, rare earth elements, dan tembaga.
MSP hanya mendukung proyek yang memenuhi standar lingkungan global, meningkatkan nilai lokal, dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Singkatnya, negara yang nggak mau mengikuti standar ini mungkin akan terpinggirkan dari dunia dalam hal pendanaan, transfer teknologi, dan pemasaran. Wah, serem juga, ya?
Melihat Data: Indonesia di Peta Kekuatan Mineral Dunia
Menurut laporan IEA (International Energy Agency) Critical Minerals Market Review 2023, tiga big boss pengolahan mineral kritis global adalah Tiongkok, Indonesia, dan Chile. Tiongkok mendominasi dengan memproses mayoritas litium (65%), diikuti oleh Chile (29%), sementara Indonesia menguasai 43% nikel, disusul Tiongkok (17%). Bahkan China juga memproses 74% kobalt. Gile, emang jago banget, ya?
Mineral-mineral kritis ini sangat vital untuk teknologi energi bersih, sistem pertahanan, dan manufaktur. Misalnya, litium, kobalt, nikel, dan grafit sangat penting untuk baterai kendaraan listrik (EV) dan sistem penyimpanan energi. Rare earth elements juga sangat penting untuk turbin angin, kendaraan listrik, dan teknologi pertahanan.
Geopolitik dan Geostrategi: Permainan Kekuasaan di Balik Mineral
Inisiatif MSP dari Amerika Serikat dan negara maju lainnya dapat dilihat sebagai kebijakan untuk menyeimbangkan kekuatan. Perlindungan lingkungan, keterlibatan masyarakat lokal, dan kemampuan untuk mengendalikan pasar dan teknologi adalah senjata geopolitik yang ampuh.
Di pertengahan Juli 2024, Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Pertumbuhan Ekonomi, Energi, dan Lingkungan, Jose Fernandez, mengunjungi Indonesia untuk membahas mineral kritis. Ada beberapa “PR” yang disoroti, yaitu praktik lingkungan, keterlibatan masyarakat setempat, dan dominasi perusahaan Tiongkok di Indonesia. Jangan khawatir, hal ini adalah bagian dari negosiasi yang sehat.
Indonesia Siap dengan Pertimbangan Matang
Fernandez dengan nada halus menyampaikan, "Kami percaya bahwa kolaborasi Indonesia, jika bergabung dengan MSP, akan membawa investasi lebih baik bagi Indonesia, bukan sembarang investasi, tetapi investasi yang menguntungkan masyarakat, menghormati hukum ketenagakerjaan, dan menjunjung tinggi peraturan lingkungan." Fernandez juga menyatakan Indonesia salah satu dari tujuh negara yang didukung untuk menjadi semiconductor hub.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap kemudahan kerja sama, mirip antara AS dan Jepang, juga berlaku bagi Indonesia. Airlangga menginformasikan kepada publik bahwa pemerintah Indonesia dan Fernandez membahas cara mengembangkan mineral kritis dan juga bekerja sama di sebuah Forum Mineral yang dapat dikembangkan sebagai platform rantai pasokan. Posisi normatif yang disampaikan oleh Airlangga adalah tepat. Santai tapi serius, nih!
Posisi Indonesia: Menggunakan Kekuatan Sumber Daya Mineral
Indonesia memiliki daya tawar yang kuat dengan sumber daya mineralnya, termasuk tembaga dan kobalt. Untuk memenuhi standar lingkungan dan hukum yang adil, kerangka regulasi seperti persyaratan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dan keterlibatan masyarakat sudah tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 32/2009). Dalam aspek pertambangan, termasuk praktik pertambangan yang baik, perlindungan lingkungan, reklamasi, dan kegiatan pasca-penambangan, sesuai dengan prinsip Environmental Social Governance, sudah diakomodir dalam UU No. 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Bagus, kan?
Indonesia juga menerapkan tata kelola yang baik dan transparansi melalui upaya anti-korupsi. Indonesia adalah anggota EITI (Extractive Industries Transparency Initiative), yang mendorong pertambangan yang bertanggung jawab. Dalam hal manajemen risiko, proyek pertambangan selalu didahului oleh penilaian risiko lingkungan dan sosial.
Menuju Masa Depan:
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa juga telah diundang untuk berinvestasi langsung di sektor mineral dan pertambangan Indonesia. Nilai tambah adalah salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals. Downstream processing adalah cara untuk mempercepat hal ini, memberikan keseimbangan dan keadilan bagi negara dan masyarakat tuan rumah dengan negara investor, termasuk untuk tolok ukur yang baik dalam pengelolaan pertambangan.
Sebagai negara dengan sikap politik independen dan aktif, Presiden terpilih Prabowo Subianto telah mengunjungi berbagai negara seperti Tiongkok, Rusia, dan Turki, serta membuka diri kepada Amerika Serikat dan Uni Eropa. Ini adalah sinyal positif yang juga harus dimanfaatkan oleh pemerintah AS, siapa pun yang terpilih sebagai presiden. Politik luar negeri kita emang jempolan!
Mari kita ingat! MSP adalah Kemitraan. Kemitraan menghormati kesetaraan, keseimbangan, diskusi, dan kesediaan untuk mendengar dan didengar. Kemitraan bukanlah pemaksaan persyaratan atau ketentuan sepihak. Inilah esensi dari negara dan masyarakat yang beradab dan berdaulat. Indonesia, Amerika Serikat, dan negara-negara lain hidup dan berkolaborasi dalam semangat ini.
So, gimana? Siap menyambut masa depan yang berkelanjutan?