Dark Mode Light Mode

Pegunungan Cycloop: Benteng Hayati Papua yang Terancam

Hutan, Gunung, dan Kita: Kisah Cycloop yang Butuh Cinta

Pernahkah kamu membayangkan gunung sebagai jantung kehidupan? Bukan sekadar tumpukan batu dan tanah, tapi sumber kehidupan yang denyut nadinya mengalirkan air bersih, oksigen segar, dan keajaiban alam yang tak ternilai harganya. Inilah kisah tentang Pegunungan Cycloop, "jantung" Papua yang kini sedang berjuang untuk tetap berdetak kencang.

Pegunungan Cycloop, atau yang dikenal juga dengan nama Dobonsolo, Dafonsoro, atau Robhong Holo, membentang sepanjang 78 kilometer di Kota dan Kabupaten Jayapura. Puncaknya menjulang hingga 1.970 meter di atas permukaan laut. Bayangkan betapa megahnya pemandangan dari sana, kalau saja kita masih bisa menikmatinya dengan bebas. Rumah bagi berbagai jenis anggrek, burung cenderawasih yang memukau, kasuari eksotis, kuskus menggemaskan, landak berduri, dan kanguru pohon yang langka, Cycloop adalah surga kecil di bumi.

Cycloop: Antara Keindahan dan Ancaman

Namun, keindahan Cycloop kini dihadapkan pada ancaman serius. Kerusakan lingkungan, polusi air, dan praktik-praktik merusak lainnya mengintai di balik keindahan alamnya. Ironisnya, ancaman ini datang justru dari mereka yang seharusnya melindunginya. Pemerintah daerah, dalam hal ini, memiliki peran yang krusial.

Pemerintah daerah telah membentuk kelompok-kelompok petani hutan untuk mengelola hasil hutan non-kayu, seperti sagu, kerajinan tangan, hingga minyak kelapa murni. Mereka juga membuka jalur trekking untuk menarik wisatawan. Usaha ini patut diapresiasi, tapi apakah sudah cukup?

Salah satu perwakilan dari BBKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) mengatakan, kegiatan tersebut telah memberikan pendampingan dan mentoring intensif kepada masyarakat sekitar. Pada tahun 2024, mereka mengalokasikan dana senilai Rp1,26 miliar untuk mengembangkan usaha ekonomi kreatif di sekitar Cycloop. Tapi, lagi-lagi, apakah ini hanya basa-basi tanpa hasil yang signifikan?

Regulasi Ada, Tindakan Nyata Mana?

Regulasi tentang pengelolaan dan perlindungan Cycloop memang sudah ada. Namun, seperti yang sering terjadi di negeri ini, aturan seringkali hanya menjadi pajangan tanpa penegakan yang tegas. Peneliti dari Universitas Otto Geisler Papua bahkan menemukan sumber air di sekitar Cycloop telah tercemar akibat aktivitas manusia. Miris, bukan?

Tokoh adat setempat, seperti Daniel Toto, mendukung penuh upaya pelestarian Cycloop. Namun, ia juga menekankan pentingnya sanksi tegas bagi para perusak lingkungan. Tanpa tindakan nyata, semua aturan dan usaha cuma akan menjadi omong kosong.

Tragedi 2019: Peringatan yang Dilupakan?

Kita pasti masih ingat banjir bandang yang melanda Sentani pada tahun 2019. Ratusan nyawa melayang, ribuan rumah hancur. Banjir itu adalah salah satu dampak nyata dari kerusakan lingkungan di Cycloop. Apakah kita sudah lupa dengan tragedi itu? Atau, apakah tragedi itu hanya menjadi berita lewat begitu saja tanpa ada pelajaran yang diambil?

Melihat semua ini, rasa khawatir dan jengkel bercampur aduk. Pemerintah, masyarakat, dan kita semua memiliki peran penting. Jangan biarkan Cycloop bernasib sama seperti hutan-hutan lain yang sudah hilang ditelan zaman.

Kita semua harus menyadari bahwa melindungi Cycloop berarti melindungi masa depan kita. Air bersih, udara segar, dan keberagaman hayati yang kaya adalah aset berharga yang tak ternilai harganya. Jika kita biarkan jantung Papua ini berhenti berdetak, siapa yang akan menyelamatkan kita?

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

J-Hope Umumkan Single 'Sweet Dreams' dengan Miguel, Siap Guncang Industri Musik

Next Post

Jerman Ambil Alih Peran AS di JETP: Djojohadikusumo Soroti Dampaknya