Popular Now

Pandemi Agreement WHO: Apa Artinya Bagi Generasi Muda Indonesia?

Hidden Cameras: Dari Indie Boy Jadi Bad Boy Lewat Musik Elektro Berlin yang Meditatif

CIFTIS: Siswa Indonesia Promosikan Budaya, Banggakan Negeri

Suara Langka Lennon: Yoko, Sean Hadirkan Kenangan Ayah

Di era digital yang serba cepat ini, ketika setiap hari ada saja yang “baru tapi lama” muncul di linimasa media sosial—mulai dari tren mode yang kembali _ngehits_ hingga _remake_ film klasik yang bikin kita berpikir, ‘perlu banget, ya?’—dunia musik ternyata juga punya _playlist_ serupa. Siap-siap, karena _master_ legendaris John Lennon kembali memanaskan panggung nostalgia dengan sebuah _box set_ jumbo terbarunya. Bertajuk “Power To The People,” koleksi _super_ ini bukan sekadar rilis ulang biasa; ia mengajak para penggemar untuk menyelami era 1971-1972, sebuah periode krusial saat John dan Yoko Ono memulai babak baru hidup mereka di New York.

## Lennon Reloaded: Petualangan Politik di NYC

Pada awal 1970-an, John Lennon dan Yoko Ono menetap di New York, sebuah kota yang kemudian menjadi saksi bisu transformasif mereka dari ikon budaya menjadi aktivis garis depan. Di sana, mereka dengan cepat bergaul dengan tokoh-tokoh radikal seperti Abbie Hoffman dan Jerry Rubin, yang membentuk pandangan politik dan ekspresi artistik mereka. Periode ini memuncak dalam perilisan album “Some Time In New York City,” sebuah karya yang begitu terpolitisasi hingga kadang membuat dahi mengernyit, namun tak bisa dipungkiri menjadi cerminan zaman.

“Power To The People” menghadirkan kembali album ikonis tersebut dalam versi yang “diimajinasikan ulang” dan di- _remix_, memberikan nuansa segar pada lirik-lirik yang provokatif. Namun, daya tarik utama _box set_ ini terletak pada “harta karun” materi yang belum pernah dirilis sebelumnya. Koleksi ini mencakup demo-demo langka, _out-takes_ yang belum sempurna, rekaman rumahan yang intim, serta _studio jams_ yang menangkap spontanitas kreatif Lennon.

## Konser Terakhir yang Bikin Nostalgia Meleleh

Selain rekaman studio yang menggelegar, “Power To The People” juga mengabadikan dua konser “One To One” yang diberikan Lennon dan Ono di Madison Square Garden, New York, pada Agustus 1972. Konser-konser ini sebelumnya telah ditampilkan dalam dokumenter “One-to-One: John and Yoko” tahun lalu, namun kini disajikan dengan kemasan yang lebih mendalam. Momen ini bukan sekadar pertunjukan musik biasa; ia memiliki nilai sejarah yang luar biasa bagi para penggemar dan sejarah musik dunia.

Kedua pertunjukan tersebut diselenggarakan sebagai konser amal, didedikasikan untuk anak-anak di institusi Willowbrook di Staten Island. Yang menjadikan konser ini semakin legendaris adalah fakta bahwa inilah kali terakhir John Lennon tampil dalam sebuah konser penuh. Bayangkan saja, sebuah _final show_ yang meninggalkan jejak abadi, sekaligus menjadi penanda dari berakhirnya sebuah era performa panggung seorang _rockstar_ sejati.

Pada saat itu, Lennon sendiri mengungkapkan antusiasmenya yang meluap-luap tentang konser ini kepada NME. Ia bahkan menyebutnya sebagai “musik terbaik yang pernah saya nikmati sejak The Cavern atau bahkan Hamburg,” merujuk pada masa-masa awal The Beatles. Bagi Lennon, suasana di Madison Square Garden kala itu sama persis dengan perasaan “ketika The Beatles benar-benar tenggelam dalam musik mereka.”

Yoko Ono, dalam kata pengantar untuk “Power To The People,” juga memberikan perspektifnya mengenai konser “One To One.” Ia menggambarkan pertunjukan tersebut sebagai “upaya kami dalam Politik Akar Rumput.” Bagi Yoko, konser itu secara gamblang mencerminkan apa yang ia dan John yakini dengan sepenuh hati: “Rock untuk Perdamaian dan Pencerahan.”

## Ketika Sean Lennon Membuka Kotak Pandora Ayahnya

Koordinasi _box set_ monumental ini ditangani langsung oleh Sean Ono Lennon, putra dari John dan Yoko. Dalam sebuah pernyataan, Sean mengungkapkan perasaannya yang “benar-benar terkejut” saat menyusun koleksi ini, terutama ketika ia me- _remix_ rekaman konser dan untuk pertama kalinya mendengar materi yang belum dirilis dari arsip orang tuanya. Pengalaman ini baginya sungguh istimewa; ia merasakan sebuah kedalaman emosional yang tak terduga.

Sean menjelaskan bahwa mendengar ayahnya berbicara atau melihatnya melalui materi yang belum pernah ia temui sebelumnya adalah sebuah pengalaman yang sangat mendalam. Ia tumbuh dengan sejumlah gambar dan klip audio yang sudah dikenal publik, sehingga menemukan hal-hal baru ini terasa seperti “mendapatkan lebih banyak waktu dengan ayah saya.” Ini adalah sebuah “cheat code” personal yang tak ternilai bagi seorang anak.

Ketika Sean berusia sebelas tahun, ibunya merilis album dan film “Live In New York City.” Sejak itu, ia tumbuh dengan mendengarkan dan menontonnya. Konser tersebut, dalam benaknya, memiliki status yang sangat legendaris, terutama karena itu adalah konser terakhir sang ayah. Sebuah warisan yang begitu personal dan mendalam, membentuk persepsi Sean terhadap karya dan perjalanan John.

Untuk pengerjaan ulang konser-konser ini, Sean dan timnya menghabiskan banyak waktu untuk menemukan keseimbangan terbaik yang mungkin. Tujuannya adalah mempertahankan nuansa pertunjukan _live_ sambil menyempurnakan kualitas suara secara keseluruhan. Ia bahkan menyebutkan adanya “pekerjaan restorasi audio yang teliti dan ajaib,” di mana “keajaiban film” (_movie magic_) tertentu diperlukan. Hasilnya? Sean yakin pertunjukan-pertunjukan ini kini terdengar “lebih baik dari sebelumnya.”

## Power To The People: Bukan Sekadar Koleksi, Tapi Mesin Waktu

_Box set_ “Power To The People” hadir dalam berbagai edisi untuk memuaskan beragam level penggemar, mulai dari yang kasual hingga kolektor garis keras. Tersedia pilihan _single_ CD yang menggabungkan kedua konser “One To One,” hingga _double_ CD yang menyajikan kedua pertunjukan secara lengkap. Namun, sorotan utama tentu saja edisi “Super Deluxe.”

Edisi “Super Deluxe” ini adalah “final boss” dari semua koleksi, sebuah paket lengkap yang berisikan sembilan CD dan tiga _disc_ Blu-Ray. Tak hanya itu, edisi ini juga dilengkapi dengan buku setebal 204 halaman, poster, kartu pos, stiker, dan berbagai _merchandise_ menarik lainnya. Ini bukan sekadar _box set_ musik, melainkan sebuah kapsul waktu yang dikemas dengan detail.

Semua edisi “Power To The People” dijadwalkan rilis pada 10 Oktober. Tanggal tersebut memiliki makna tersendiri, karena bertepatan dengan satu hari setelah apa yang seharusnya menjadi ulang tahun ke-85 mantan personel The Beatles itu. Sebuah pemikiran yang cukup menggelitik, membayangkan bagaimana Lennon akan merayakan momen tersebut jika ia masih ada.

“Power To The People” adalah lebih dari sekadar rilis ulang; ia adalah sebuah portal waktu yang memungkinkan para penggemar dan generasi baru untuk menyelami periode paling politis dan transformatif dalam hidup John Lennon. Dengan sentuhan personal dari Sean Ono Lennon dan restorasi audio yang luar biasa, koleksi ini menghadirkan kembali semangat aktivisme dan kejeniusan musik Lennon dengan detail yang belum pernah ada sebelumnya, memastikan warisannya terus beresonansi di masa kini.

Previous Post

Kejutan Budaya Kuliner: Ahli Siber Siap Guncang Lidahmu

Next Post

Made by Google: Ini Momen Wajib Anak Tech 20 Agustus

Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *