Dark Mode Light Mode

Perdagangan Pariwisata Bali Jual Belikan Tengkorak Primata Terancam Punah

Bali, Surga Dunia yang Menyembunyikan Tengkorak Monyet?

Pernah nggak sih, kamu ngalamin momen awkward saat lagi liburan? Kayak, pas lagi asyik foto-foto di pantai, tiba-tiba ada yang nawarin oleh-oleh yang bikin kamu mikir, "Ini beneran boleh dibawa pulang?". Nah, di Bali, ada nih oleh-oleh yang mungkin bikin kamu nggak enak hati, yaitu tengkorak monyet.

Bali, pulau dewata yang terkenal dengan keindahan alam dan budayanya, memang jadi surga bagi turis dari seluruh dunia. Tapi, di balik keindahan itu, ada sisi gelap yang mungkin nggak banyak orang tahu. Beberapa toko suvenir di Bali, ternyata diam-diam menjual tengkorak primata, bahkan yang termasuk spesies langka dan dilindungi. Lumayan, kan, buat pajangan di ruang tamu, ya kan?

Bisnis Tengkorak: Antara Keindahan dan Kejahatan

Bayangin deh, kamu lagi jalan-jalan santai di Ubud, terus mampir ke toko kerajinan. Matamu langsung tertuju pada pajangan tengkorak monyet yang sudah dipahat dan diwarnai. Keren sih, tapi… ini ilegal. Ternyata, bisnis tengkorak ini menyasar turis asing yang tertarik dengan hal-hal eksotis. Penjualnya pun nggak ragu buat nawarin, bahkan menjamin keamanan pengiriman.

Penelitian terbaru mengungkap fakta mengejutkan: selama 11 tahun (2013-2024), ada lebih dari 750 tengkorak primata yang dijual di Bali. Mulai dari tengkorak monyet ekor panjang yang nggak terlalu dilindungi, sampai tengkorak orangutan Kalimantan yang udah mau punah. Mirisnya, sebagian besar tengkorak ini berasal dari pulau Kalimantan dan Jawa, yang berarti ada jaringan perdagangan satwa liar lintas pulau di Indonesia.

Orangutan, Gibbon, dan Nasib Primata Indonesia Lainnya

Kamu tahu nggak sih, kalau orangutan, gibbon, dan bekantan itu termasuk satwa yang dilindungi? Perdagangan tengkorak mereka, jelas melanggar hukum. Tapi, kenyataannya, tetap aja ada yang nekat menjualnya. Harga tengkorak pun bervariasi, tergantung spesies dan tingkat kerumitannya. Tengkorak monyet ekor panjang yang nggak diukir, misalnya, dijual sekitar Rp400 ribuan. Sementara, tengkorak orangutan bisa mencapai Rp2,5 juta.

Yang bikin miris, penjualan tengkorak ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014, peneliti cuma mencatat 47 tengkorak yang dijual. Tapi, beberapa tahun terakhir, jumlahnya naik drastis menjadi 227 tengkorak! Ini bukan cuma masalah hukum, tapi juga ancaman serius bagi kelestarian primata di Indonesia. Kebayang nggak sih, kalau generasi kita nggak bisa lihat orangutan secara langsung?

Hukum Tak Bertaji? Lemahnya Pengawasan Perdagangan Gelap

Indonesia sebenarnya punya aturan yang ketat soal perlindungan satwa liar. Pelanggar bisa kena hukuman penjara sampai 5 tahun dan denda hingga puluhan juta rupiah. Tapi, kenapa perdagangan tengkorak ini masih merajalela? Jawabannya mungkin ada pada lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Jangan sampai hukum cuma jadi pajangan, ya kan?

Selain itu, pemerintah juga kurang melibatkan sektor pariwisata dalam upaya pemberantasan perdagangan ilegal. Padahal, turis punya peran penting dalam mengurangi permintaan terhadap produk-produk ilegal. Mengedukasi turis soal aturan perlindungan satwa liar, bisa jadi langkah awal yang efektif.

Jangan Beli, Tapi Foto Saja

Jadi, gimana dong caranya biar kita nggak ikut andil dalam perdagangan tengkorak ini? Gampang, sih sebenarnya. Jangan beli! Kalau kamu tertarik sama suvenir unik, pilih aja kerajinan tangan yang ramah lingkungan dan nggak berasal dari satwa liar. Buat kenang-kenangan, kamu bisa foto-foto aja. Lagian, foto kan lebih hemat di kantong, ya kan?

Intinya, Bali memang indah dan mempesona. Tapi, sebagai wisatawan yang cerdas, kita juga harus peduli terhadap lingkungan dan satwa liar. Jangan sampai, keindahan Bali ternoda oleh praktik-praktik ilegal yang merugikan. Mari kita dukung upaya pelestarian satwa liar Indonesia, demi masa depan yang lebih baik.

Semoga pemerintah lebih serius lagi dalam menangani masalah ini. Jangan biarkan surga dunia ini menjadi kuburan bagi primata-primata yang dilindungi.

Add a comment Add a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post

Scarlet Hollow: Teror Visual Novel dari Pembuat Slay the Princess Tiba dalam Bahasa Indonesia 3 Maret

Next Post

Mariah Carey, Oasis, Cyndi Lauper -- dan kejutan besar lainnya -- masuk nominasi Rock Hall 2025: Dampak Global